LINGSIR WENGI
( Kidung Tengah Malam )
Selang beberapa tahun setelah Ryan memasuki usianya yang ke 17 tahun dan duduk di bangku SMA, suatu hari ada kabar duka datang dari keluarga dekat kalau kakek dari ayahnya meninggal dunia. Kakek Sujiwo atau yang kerap di panggil Mbah Jiwo oleh cucu2nya menurut Ryan adalah seorang figur yang misterius. Keluarga Ryan tak pernah begitu dekat dengan keluarga dari pihak ayahnya termasuk juga dengan Mbah Jiwo. Sangat jarang Ryan bertemu dengan Mbah Jiwo selain beliau tinggal di kota lain yang cukup jauh, Ryan juga merasakan ada sesuatu yang aneh dan mistis setiap kali berkunjung ke rumah Mbah Jiwo.
Ryan ingat di dalam rumah Mbah Jiwo banyak perabotan2 kuno yang dimiliki beliau, termasuk meja kursi dan lemari2 terbuat dari kayu jati. Ada dua foto besar terpajang di dinding ruang utama, satu foto Mbah Jiwo waktu masih muda, gagah memang dengan berpakaian adat Jawa komplit dan kumis melintang dengan sorotan mata tajam. Satunya lagi adalah foto Eyang Puteri, berbeda dengan foto Mbah Jiwo yang sangar, Eyang Puteri tampak ayu dengan pakaian kebayanya, tersenyum dan kelihatan priyayi sekali. Ryan lebih sering melihat langsung ke foto Mbah Puteri tanpa harus melihat sorotan mata tajam foto Mbah Jiwo disebelahnya.
Ada beberapa tempat di rumah Mbah Jiwo yang Ryan dapat rasakan pancaran energi negatif memancar disitu, seperti ruangan yg dipenuhi oleh keris2 pusaka, gudang di belakang rumah, dua pohon sawo di depan rumah, kamar mbah Jiwo sendiri dan sumur di dekat kamar mandi tapi ada satu tempat yang Ryan rasakan memiliki kekuatan yang lain dan cenderung menunjukan aura tenang yaitu seperti sebuah batu prasasti kecil yang tertanam di sebelah kanan pintu masuk halaman depan rumah Mbah Jiwo, entah kenapa Ryan tidak merasa takut di tempat itu dan Ryan melihat terkadang ada bunga mawar yang di taburkan disitu.
Setelah mendapatkan berita duka tentang kematian mbah Jiwo, ayah Ryan mengajak seluruh keluarganya untuk hadir melayat dan memberitahukan bahwa kehadiran mereka sebagai penghormatan terakhir untuk Mbah Jiwo.
Ryan memasuki rumah Mbah Jiwo, sudah banyak keluarga dan tetangga yang hadir di situ untuk memberikan doa terakhir dan akan mengantar mendiang ke pemakaman. Jenasah Mbah Jiwo masih di situ yang tadi baru saja di mandikan, di bungkus kain kafan yang lalu di selimuti oleh kain batik dan di taruh di meja panjang di kamarnya agar para sanak saudara bisa memberikan doa dan salam terkahirnya sebelum jenasah dikebumikan. Ryan mendengar lamat2 alunan tembang yang biasa di bunyikan olah Mbah Jiwo, lirik dan cengkok irama sang penyanyi sayup2 seolah mengantar kepergian sang kakek menuju ke alam barzah, kata Lik Hadi ini adalah permintaan terakhir dari Mbah Jiwo kalau saat dia meninggal nanti dia ingin di stel kan lagu bersenandung jawa itu.
Di dalam kamar ada Lik Hadi, Pak RT, Pak Haji yang biasa bertugas untuk mendoakan di acara2 kematian, dan ada beberapa keluarga dekat yang berkumpul di situ. Di tengah ruangan tampak jasad Mbah Wijo ada di atas meja dan juga sebuah keranda pengusung jenasah di letakkan di sampingnya. Setelah semua selesai berdoa, Ayah Ryan berkata kepada Ryan " Sudah sana kalau mau melepas kepergian Mbah mu untuk yang terkahir kalinya " sambil mempersilahkan Ryan untuk mendekati almarhumah yang terbungkus kain itu. Meski setengah enggan Ryan tak berani menolak perintah ayahnya demi menghormati Mbah Jiwo.
Ryan berjalan perlahan setapak dua tapak mendekati jasad kakeknya, ketika tiba2 " kraaak.....gedubraaak " kaki dari salah satu meja yang menyangga mayat jenazah patah tanpa sebab dan itu menyebabkan tubuh tak bernyawa Mbaj Jiwo bergetar dan jatuh menggelinding. Di saat yang sama Ryan juga kaget setengah mati dengan kejadian tak terduga itu, dia jatuh terduduk di lantai dan yang lebih membuat Ryan histeris, jenasah mbah Jiwo yang terbungkus kain kafan itu justru jatuh dan menggelinding ke arah Ryan dan berhenti tepat di antara dua kakinya dengan posisi wajah mayat tepat menghadap dan menatap Ryan.
Sore itu Ryan tidak mengikuti acara pemakaman jenasah Mbah Jiwo di tanah perkuburan, Ryan hanya ingin untuk berakhir secepatnya acara duka ini dan segera pulang ke rumahnya. Namun kejadian aneh yang di alami oleh Ryan tidak berakhir begitu saja, selama 3 malam berturut-turut semenjak acara pemakaman Mbah Jiwo, dia selalu bermimpi di datangi oleh kakeknya dan di dalam mimpinya sang kakek berkata " Kowe sing tak pilih Le ".......( " Kamu yang aku pilih Nak ".... ).